SETIAP HARI ADALAH ISTIMEWA

Bagi saya, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap minggu, setiap bulan, dan setiap tahun yang kita jalani dalam kehidupan adalah istimewa. Mengapa? Karena Allah masih memberi kita kesempatan. Karena izin dan kehendakNya. Dan karena tak setiap orang di muka bumi ini bisa menikmatinya.

Dan 2018 adalah tahun yang superistimewa bagi saya. 2 Mei 2018 tepatnya, saat Allah memberikan amanat baru untuk keluarga saya. Ya, Khilya, bidadari kecil itu lahir setelah hampir 13 tahun kami menanti. Dengan lantunan doa tanpa henti sepanjang waktu. Dengan husnuzon alias baik sangka kepada Dia yang Maha Pemurah serta keyakinan bahwa tidak ada satupun peristiwa yang terjadi tanpa kehendakNya.


Karenanya, saat dokter di RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan, pada pemeriksaan yang kesekian kalinya di akhir April 2018 menjelaskan bahwa istri saya mengalami Plasenta Previa, saya tetap percaya bahwa itu bukanlah musibah.

Plasenta previa atau plasenta letak rendah adalah kondisi ketika sebagian atau seluruh plasenta menutupi mulut rahim. Dan pada istri saya adalah seluruh plasenta menutupi mulut rahim.

Dokter menjelaskan dengan rinci sembari sesekali meminta saya mencermati layar komputer. Termasuk menerangkan bahwa air ketubannya keruh. Sehingga, dengan segala resikonya, ditambah dengan berat bayi yang telah mencukupi, maka operasi adalah satunya-satunya alternatif. 

Saya tak ingat pasti apa yang saya rasakan saat itu. Namun, sungguh, meski telah menyiapkan mental untuk menerima segala hal, tak bisa saya pungkiri bahwa mendengar kata "operasi" langsung di ruang dokter ternyata tak sama dengan mendengarnya di film atau sinetron. Di ruang itu, saat seringkali saya saling tatap dengan istri, saya tahu bila hal terbaik saat itu adalah tetap terlihat tenang.

Sehingga, saya pun tetap terlihat tenang saat mengiyakan jadwal operasi dan pemesanan kamar.

Di rumah, setelah mengabari keluarga, kami mencari tambahan referensi-referensi terpercaya dari internet. Dari salah satu sumber, saya mengetahui bahwa Plasenta Previa termasuk kasus langka di Indonesia karena kurang dari 150 ribu kasus per tahun.

Meski membaca artikel berkategori"serem" seringkali menambah stok was-was, saya meyakini bila tahu dan tidak tahu adalah hal yang sama sekali tak sama.

Dan dalam beberapa kesempatan, saya sampaikan kepada istri: "Vonis dokter tersebut membuat kita bisa mempersiapkan segala sesuatunya. Namun jangan pernah berhenti berdoa dan berharap agar Allah memberikan persalinan normal. Bilapun memang harus operasi, selalulah berdoa agar semuanya lancar, mudah, dan selamat".

Dan doa itu masih terus saya panjatkan kala istri saya masuk ke ruang operasi.

Azan di Ruang Ponek

Meski meyakini bahwa istri saya ditangani oleh tim medis terbaik, menunggu di depan ruang operasi bersama Wafda dan Bapak-Ibu mertua, tak bisa menghilangkan rasa takut yang amat sangat. Berkali-kali bayangan buruk meneror pertahanan saya. Tak terhitung banyaknya tulisan "Plasenta Previa" dan "ketuban keruh" memenuhi benak dalam beragam bentuk dan animasinya.

Dan satu-satunya hal yang bisa dan tak henti saya lakukan adalah berdoa.

Sampai sekitar pukul 12.00 WIB saya dipanggil masuk untuk diberitahu bahwa operasi telah selesai, bayi lahir selamat dan ibunya dalam keadaan stabil, saya merasakan sebuah kelegaan yang luar biasa. Alhamdulillah, ya Allah.

Dari tim medis saya tahu bahwa anak saya masih akan dipantau ketat sebelum dipertemukan dengan ibunya dan saya hanya boleh menjenguknya satu kali untuk mengazani.

Beberapa saat kemudian, saya antri di ruang Ponek (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif). Tanpa saya ketahui, ternyata, dari luar ruang, Wafda mengabadikan momen tersebut. Sampai saat ini, setiap kali melihat foto monumental tersebut, saya masih merasakan debar jantung yang berdegub sangat kencang menjelang detik-detik pertemuan perdana dengan Khilya.

Dan akhirnya, saya diantar ke salah satu ruangan. Di atas tempat tidur itu, sesosok bayi menyambut saya. Dengan takjub, tak henti saya bertakbir dan bersyukur, saya angkat dan saya rengkuh dengan sangat hati-hati. Dalam haru campur bahagia yang kemudian pecah menjadi isak tangis, saya kumandangkan azan di telinga kanannya lalu iqomat di telinga kirinya. Allahu Akbar.

Sorenya, bayi mungil itu dipertemukan dengan ibunya di ruang perawatan. Lengkaplah sudah kebahagiaan kami. Alhamdulillah, Ya Allah.

Cek Pernafasan Bayi

Satu ruang dengan kami kebetulan ada bayi yang juga melalui proses serupa. Bedanya, sejak dipertemukan dengan ibunya, frekuensi tangisannya lebih sering. Orang tua mana yang tak bahagia mendengar lengking tangis buah hatinya?

Menjelang malam, penantian saya akan tangis panjang Khilya masih berlanjut. Ia hanya sesekali terjaga dari tidurnya sementara bayi sebelah tak terhitung lagi jumlah tangisnya.

Saat semuanya sudah terlelap dalam mimpi indah, saya mondar-mandir dari ruang perawatan-selasar-Masjid As Syifa yang kebetulan tepat di sebelah kamar. Sejatinya, jujur saya takut dan khawatir meski tak sedikitpun saya tampakkan di depan istri saya walaupun sekedar isyarat atau raut muka.

"Apakah placenta previa dan keruhnya air ketuban pada proses kelahirannya yang menyebabkan Khilya seperti itu? Mengapa dia tak sering menangis seperti bayi di sebelahnya? Ataukah ......"

Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui saya nyaris sepanjang malam untuk kemudian menggerakkan saya memeriksa Khilya secara rutin. Saya dekati hati-hati dan saya periksa untuk sekedar memastikan bahwa dia masih bernafas. Bahwa dia masih hidup.

Beberapa kali melakukannya, saya kemudian memilih mengambil air wudhu untuk kemudian tersungkur dalam sujud di Masjid As-Syifa. Kadang di tengahnya, terdengar tangis bayi. Bergegas saya menuju ke kamar. Ah, ternyata bukan Khilya. Dia nyenyak sekali dalam lelap. Makin sering bayi sebelah menangis sepanjang malam itu, saya makin galau. Sungguh, di titik itu, saya hanya bisa pasrah dalam doa kepadaNya.

Malam itu, sepertinya Allah memang menghendaki saya untuk terjaga. Tak lebih. Karena, pada perputaran waktu berikutnya, seperti yang IA kehendaki, Khilya tumbuh sebagaimana bayi lainnya. Tangisnya pun makin lantang dari hari ke hari. Subhanallah.

*****

Tulisan ini saya dedikasikan untuk Ibunya Khilya. Teristimewa untuk Ibu dan Bapak. Mendampingi istri saya bersama Khilya seperti sedang menonton film dokumentasi kala saya dulu terlahir ke dunia. Salam simpuh dan hormat tanpa batas dan tanpa balas. Juga untuk Ibu dan Bapak mertua yang setia mendampingi serta saudara, kerabat, tetangga, dan teman semuanya.

Tulisan ini juga saya bingkiskan untuk ibu-ibu hebat di manapun berada. Untuk yang masih menunggu hadirnya buah hati, tetaplah bersabar dan berbaik sangka kepada Allah. Yakinlah kepada kuasaNya dan jangan pernah ragu sedikitpun. KeputusanNya pasti terbaik untuk kita, makhlukNya.

Tetaplah optimis agar lebih manis dan selalulah bersyukur supaya bertambah makmur.

Artikel Terkait



  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • 1 komentar:

    fatmarara mengatakan...

    this blog is very useful and relevan with article i've read, for more detail you can visit https://repository.unair.ac.id/63705/

    Posting Komentar

    Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar

    Next previous home