SURAT EDARAN REVISI POS UN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Badan Standar Nasional Pendidikan telah mengeluarkan surat edaran nomor 0001/BSNP/SDAR/I/2012 tanggal 12 Januari 2012 berisi ralat Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional (POS UN) Tahun Pelajaran 2011/2012.

Surat edaran tersebut berisi empat hal, yaitu:

  1. Ujian Teori Kejuruan SMK dimajukan jadwalnya yang semula tanggal 22 Maret 2012 menjadi hari Senin tanggal 19 Maret 2012.
  2. Jadwal pelaksanaan Ujian Nasional SD/MI/SDLB adalah Hari Senin s.d Rabu tanggal 7 s.d 9 Mei 2012
  3. Pengumuman kelulusan Ujian Nasional SD/MI/SDLB adalah Hari Sabtu tanggal 16 Juni 2012
  4. Khusus bagi peserta Ujian Nasional yang tunanetra diperbolehkan membawa abakus ke dalam ruang ujian.


Surat edaran selengkapnya bisa dilihat DI SINI


Salam Kreatif!


  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU, SAUDARAKU...

    1 Oktober 2010, melalui media sosial Facebook, saya bingkiskan sebuah catatan sebagai hadiah ulang tahun sohib karib saya, Nurul Ibadi, berjudul KADO UNTUK ULTAH SAHABATKU: NURUL IBADI. Tulisan yang kutip utuh dari percikaniman.org tersebut mengusung tema pernikahan. Tulisan yang sengaja saya berikan kala diskusi-diskusi panjang kami mulai merambah tema menarik sekaligus menyimpan banyak misteri: pernikahan.

    Setahun kemudian, 1 Oktober 2011, kembali pada momen ulang tahunnya, saya tulis kembali catatan yang sama dengan judul berbeda: MENIKAH ADALAH IBADAH TERINDAH, SAUDARAKU...

    Setahun umur catatan tersebut, diskusi demi diskusi mengalir. Intensitasnya tak terhitung lagi. Dari judulnya, catatan pada tahun 2011 jelas menyiratkan dua hal: pertama, saya ingin meyakinkan Nurul Ibadi, sebagaimana penutup catatan tersebut: "Percayalah kepada Yang Maha Menepati Janji................"; kedua, sebagai sebuah ibadah, pernikahan mesti dipersiapkan.

    Ya, dari beberapa rekan muda yang sering mangkal di tempat saya, terkadang sampai larut malam, diskusi tentang pernikahan kerapkali menjadi diskusi yang paling menarik sekaligus paling tak berujung. Tak sekali dua kali luapan semangat untuk menunaikan sunah Rasul itu membentur dinding kukuh berlabel tradisi. Pendeknya: berat di ongkos!

    Saya bisa merasakan dilema itu. Kepungan aneka media yang menyuguhkan sajian erotis tanpa batas, termasuk siaran langsung yang bisa dinikmati gratis berwujud tubuh-tubuh molek dengan balutan busana minim di wilayah saya, kawasan pegunungan Selatan Kabupaten Pekalongan, memberi andil yang tidak kecil dalam mendidihkan derajat birahi dalam hitungan detik. Sementara saat mereka telah memiliki niat untuk menikah, kendala klasik telah menghadang.

    Saya tak bermaksud menyederhanakan, apalagi menyepelekan, urusan sepenting pernikahan. Tetapi, jujur saja, tradisi yang telah mendarah daging tentang pernikahan yang serba wah, menurut saya, telah menjadi penghalang bagi niat-niat mulia.

    Maka, tatkala Nurul Ibadi terlihat semakin antusias untuk menikah, tentu saja, saya tak mau mundur dalam memperjuangkan "konsep" sederhana tentang pernikahan. Konsep yang saya maksud adalah turuti kata hati dan jangan turuti kata tetangga.

    Mulailah babak baru itu. Diawali dengan merancang Rencana Anggaran Biaya (RAB) di pertengahan 2010, Nurul Ibadi pun mengibarkan bendera start.

    Mulus? Seperti sinetron, penuh liku. Tak sekali Nurul Ibadi terlihat goyah. Pekerjaannya sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) berhonor kecil terkadang menjadi batu sandungan. "Bisakah aku? Mampukah aku?" demikian kurang lebih galaunya.

    Dan tak jemu juga saya membuka kitab perjalanan hidup saya. Sekali lagi, saya merasakan hikmah yang teramat besar yang Allah SWT berikan melalui berlikunya jalan hidup saya: berbagi dengan orang lain. Dan pernah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain membuat segalanya lebih indah.

    Kembali saya katakan apa yang juga pernah saya katakan kepada beberapa orang yang sedang mengalami hal yang sama: "25 Februari 2004, kala saya menikah, pekerjaan GTT bukanlah pekerjaan populer. Jumlah penduduk asli kelahiran Paninggaran yang berminat menjadi guru pengabdian masih bisa dihitung dengan jari. Pagi dan malam menjadi pekerja, siang menjadi guru swasta, dan sore menjadi mahasiswa, kemudian menikah setelah melalui perjalanan yang teramat panjang dan berliku, siapa lagi yang mempermudah semuanya kalau bukan Sang Maha Pemberi Rizki?"

    Ya, tak hendak menulis biodata. Juga tak bermaksud menggurui siapapun. Saya hanya hendak menyampaikan betapa Allah Maha Kaya. Dan IA tepati janji-Nya untuk memberi rizki dan jalan keluar dari arah yang tak terduga.

    Dan.....subhanallah. Pagi tadi, kala menyaksikan langsung akad nikah Nurul Ibadi, saya serasa menonton pertunjukan megakonser. Sebuah pagelaran ke-Maha Agung-an Sang Penguasa Langit dan Bumi.

    Kala semua usaha telah dilakukan. Kala semua ihtiar telah ditempuh. Kala hati telah dipasrahkan kepada pemilik-Nya. Bukankah kepada Sang Maha Menentukan kita serahkan jiwa raga ini, karena memang hanya DIA-lah yang memiliki hak prerogatip untuk itu?

    Dan IA tepati janji: sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Al-Insyirah ayat 5 dan 6).

    Selamat menempuh hidup baru, Saudaraku...

    Hari ini kau tapaki lembar baru. Hari ini kau buka sejarah baru. Hari ini kau tunaikan sunah Rasulullah, seperti tekadmu beberapa tahun lalu.

    Semoga dipermudah membangun jembatan mardatillah untuk merengkuh keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Amin.


    Teriring doa bahagia
    Sahabat dan saudaramu
  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • Jangan Rusak Jiwa Anak Kita!

    Anak yang membanggakan pasti merupakan idaman setiap orangtua. Merupakan hal yang wajar, bila anak yang berprestasi atau memiliki kelebihan kemudian menjadi buah bibir orangtuanya. Hal ini bisa kita lihat manakala para orangtua berkumpul, pasti ada saja topik yang membahas kebanggaan mereka terhadap anak.

    Meskipun membanggakan anak awalnya merupakan tanda syukur kita terhadap karunia Allah, akan tetapi ada beberapa dampak yang harus kita waspadai manakala berbicara tentang hal ini.

    Dampak pertama membanggakan adalah membandingkan. Manakala seseorang membanggakan sesuatu, ia akan cenderung mengganggap remeh hal lain yang menjadi pembandingnya. Dalam hal ini, orangtua yang membanggakan kelebihan anaknya pasti akan membandingkan kelebihan sang anak terhadap anak orang lain yang menjadi lawan bicaranya, secara langsung ataupun tidak. Kondisi membandingkan ini pasti akan menumbuhkan ketidaknyamanan dalam hati lawan bicara. Akibatnya, boleh jadi orangtua yang merasa dibandingkan tersebut “ngedumel” dalam hati atau malah balik menyerang dengan sanggahan dan berakhir dengan pertengkaran.

    Dampak lanjutan dari membandingkan ini adalah perasaan rendah diri orangtua yang berada “di pihak yang kalah”. Mereka akan merasa bahwa anak mereka bukanlah orang-orang yang istimewa. Akibatnya, bukan hanya orangtua yang tertekan, anak-anak pun akan terkena dampak. Orangtua akan memaksa anaknya untuk mencapai keberhasilan yang sama.

    Misalkan saja, orangtua yang memiliki anak berusia di atas satu tahun tetapi belum dapat berjalan cenderung memaksa anaknya untuk segera berjalan, meski hanya dengan mengeluh di depan anaknya, “Koq, kamu belum bisa jalan sih, Nak?”

    Efeknya tentu dapat dirasakan pada harga diri anak. Alih-alih orangtua bertugas sebagai pembangun harga diri dan tempat berlindung anak, orangtua yang telah berada di bawah tekanan pembandingan justru akan melemahkan harga diri anak.

    Bila hal ini tidak segera disadari dan diperbaiki oleh orangtua, anaklah yang menjadi korban dari sebuah ambisi kebanggaan.

    Melihat buruknya dampak yang diakibatkan dari berbangga-bangga ini, tentu sebaiknya kita meninggalkan sikap ini manakala tengah berbicara tentang anak. Seorang ulama bahkan pernah berpesan untuk menghindari membangga-banggakan anak ini ketika kita berada dalam sebuah forum silaturrahim.

    Karena, selain dapat berakibat buruk bagi anak, sikap ini juga dapat merusak persaudaraan.

    Jangan berlebihan

    Kita masih mengingat akan penyebab turunnya ayat 103 surat Ali Imran yaitu sikap bangga-membanggakan antar kabilah yang akhirnya nyaris memicu perkelahian antar sahabat Anshar. Belajar dari peristiwa ini, alangkah baiknya jika kita menghindari sikap bangga-membanggakan yang Allah firmankan dalam surat At-Takatsur ayat 1, yang artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.”

    Selain dapat merusak kehangatan persaudaraan, sikap berbangga ini akan membuat seseorang enggan datang bersilaturrahim atau malah menghindar untuk berbicara. Semua ini tentu akan melalaikan kita untuk menyambung tali silaturrahim dan saling tolong-menolong.

    Padahal, telah sampai kepada kita ayat-ayat-Nya dan sunnah Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk saling bahu-membahu dalam kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang dimurkai Allah.

    Tak sedikit di sekitar kita, ada orangtua membangga-banggakan salah satu anaknya dan di saat yang sama menjatuhkan anaknya yang lain.

    “Tiru tuh, kakakmu, bukan seperti kamu,” begitu salah satu orangtua yang pernah saya dengar membanding-bandingkan anaknya.

    Padahal, dengan membanding-bandingkan, akan membuat kerusakan pada jiwa masing-masing anak. Bagi yang dibanggakan ia berpotensi menjadi sombong, sementara bagi yang dijatuhkan, ia berpotensi menjadi rendah diri. Kedua-duanya akan berpotensi memiliki kepribadian buruk di kemudian hari.

    Islam melarang sikap berlebihan. Dalam al_Quran Allah Ta’ala berfirman:

    "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar…" [An-Nisaa': 171]

    Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:

    “Permudahlah dan janganlah kalian mempersulit. Berikanlah berita gembira, dan janganlah kalian menakut-nakuti”

    Orangtua harusnya besikap adil kepada semua anaknya. Tak perlu menekankan bahwa “anak harus bisa”. Karena setiap anak memiliki potensi berbeda. Alangkah indahnya, jika salah satu potensi dan kelebihan di antara anaknya menjadi pemacu spirit bagi yang lainnya.

    Alangkah indahnya, bila dalam setiap bertemunya orangtua dengan anak, yang hadir hanyalah kata-kata positif yang dapat mendorong dan membantu dan memberi semangat untuk menjadi lebih baik.

    Begitupun bila anak kita memiliki kelebihan, menjadi lebih indah, bila kelebihan tersebut dapat menjadi solusi bagi permasalahan saudara kita. Kelebihan tersebut dapat melengkapi kekurangan yang dimiliki saudaranya.

    Apalagi bila kemudian menjadi kesyukuran dan kebanggaan bersama. Tentu ini akan membuat persaudaraan semakin rekat dan semangat untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik dalam kebaikan semakin subur.

    Jika rasa cinta dan kasih sayang orangtua kurang tercurahkan pada diri anak-anak, tak mustahil ia hanya akan tumbuh sebagai pribadi berprilaku aneh di tengah komunitasnya. Sebaliknya, jika orangtua memberi rasa lebih cinta dan kasih sayang, ia akan tumbuh menjadi pribadi barik di tengah kawan-kawannya. Ia akan menjadi percaya diri dan memiliki kepekaan sosial. Karena itu, kewajiban bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan cinta dan kasih sayang pada mereka.

    Perkataan Ibnu Khaldun dalam Kitab Al Muqaddimah bisa menjadi renungan kita bersama;

    “Barangsiapa yang pola asuhannya dengan kekerasan dan otoriter, baik (ia) pelajar atau budak ataupun pelayan, (maka) kekerasaan itu akan mendominasi jiwanya. Jiwanya akan merasa sempit dalam menghadapinya. Ketekunannya akan sirna, dan menyeretnya menuju kemalasan, dusta dan tindakan keji. Yakni menampilkan diri dengan gambar yang berbeda dengan hatinya, lantaran takut ayunan tangan yang akan mengasarinya”.*


    Sumber: hidayatullah.com

  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • PELAJARAN DARI LARON

    Tadi malam rombongan (atau gerombolan) laron bertamu ke rumah saya. Tak terhitung banyaknya. Dalam sekejap, lampu teras, ruang tamu, dan lampu ruang tengah menjadi lampu hias berornamen laron. Saya sempat mengabadikan momen tersebut.


    Laron identik dengan musim hujan, seperti saat ini. Laron juga akrab dengan teriakan histeris anak-anak kecil, seperti masa kecil saya yang sangat akrab dengan laron. Jadwal keberangkatan ke sekolah akan tertunda manakala di pinggir jalan ada “markas-markas” laron yang menyemburkan binatang kecil itu ke udara. Plastik bekas, atau alat apapun yang bisa menjadi wadah penampungan, akan segera berisi penuh laron. Kaum tua pun seringkali tak ketinggalan. Di kandang, ayam peliharaan seakan telah mendapat firasat jika esok pagi ia akan mendapat menu sarapan lezat penuh protein: laron.


    Perjalanan hidup laron amatlah singkat. Juga penuh bahaya. Keluar dari sarang, ia akan langsung berhadapan dengan musuh-musuhnya. Di darat, ayam dan kawan-kawannya, tak akan melewatkan sedikit pun menu lezat nan gratis itu. Lainnya, jelas tak kalah sigap: manusia. Pengalaman mengajarkan saya (kecil) untuk menempatkan seekor laron di depan sarang dalam posisi ditusuk lidi sehingga sayapnya bebas mengepak. Tanpa perlu menanyakan dalil ilmiahnya, konon laron itu berteriak-teriak meminta bantuan teman-temannya yang masih ada di dalam sarang. Sebagai mahkhluk sosial, laron-laron lainnya bergegas keluar. Dan…..hap! Lalu ditangkap! Hidupnya berpindah ke plastik bekas, dan akan berakhir di mulut ayam di rumah, atau berenang di sungai sebagai umpan ikan.


    Kalaupun laron beruntung terbang, pemangsa lain telah mengintai. Burung-burung yang berpesta pora terbang rendah kian kemari laksana helikopter Apache dan MH-60L/K Black Hawk.

    Esok hari, bila beruntung, dari lubang bekas sarang laron akan terlihat jamur putih menyerupai payung kecil. Jamur inipun akan segera berpindah ke meja makan menjadi santapan lezat yang kenyal dan gurih.

    Nasib serupa dialami laron yang muncul malam hari. Keluar dari sarang, perjalanan laron menuju sumber cahaya tak sepi dari bahaya. Aneka predator siap memangsanya. Bila beruntung sampai ke tujuan, pemilik rumah akan segera menyiapkan ember atau sejenisnya berisi air tepat di bawah lampu, seperti yang tadi malam saya lakukan.

    Sumber Inspirasi

    Dengan perjalanan singkat hidupnya, ia dedikasikan hidupnya untuk makhluk lainnya. Burung, cecak, ikan, dan masih banyak lainnya, menikmati menu makan bergizi. Laron juga menjadi inspirasi. Wisnu Susilo, yang lahir di Magelang, 9 september 1962, merangkai nama binatang kecil itu dalam bukunya: Kisah Perjalanan Laron-laron.

    Tulisan sederhana ini pun terpicu darinya.

    Sang Maha Pandai pencipta laron tentu tak menciptakan mahkhlukNya, sekecil apapun, tanpa maksud dan tujuan. Dan bisakah kita, yang masih diberi kesempatan menghirup oksigen gratisNya, belajar dari laron?

    Dadang Kadarusman menuliskannya dalam Perjalanan Menuju Kesejatian.

    Adakah para laron itu ingin menyampaikan sebuah pesan? Kelihatannya memang demikian. Melalui apa yang dilakukannya, para laron mengingatkan kita betapa pentingnya menghadapkan diri kearah sumber cahaya. Karena, menuju cahaya adalah sebuah fitrah bagi setiap manusia.

    Didalam diri kita, ada sisi gelap. Dan ada pula sisi terang. Jika kita tidak pernah menambahkan cahaya kedalamnya, maka sisi gelap kita akan menjadi semakin banyak. Sedangkan, sisi terang akan semakin berkurang. Untuk menjadi gelap; kita tinggal berdiam diri saja. Karena cepat atau lambat dunia kita pasti menjadi gelap. Sedangkan untuk mendapat terang, kita harus melakukan usaha-usaha yang sepadan. Karena menanti dengan berdiam diri tidak memberikan jaminan datangnya cahaya terang.

    Baagi sang laron, menuju sumber cahaya adalah langkah paling akhir misi hidupnya. Sedangkan bagi manusia, seberkas cahaya didalam dirinya menyala melalui setiap perilakunya yang terpuji. Seperti ketika mereka menghitung langkah satu, dua, tiga, dan empat; semuanya berjalan membentuk sebuah untaian proses pencerahan jiwa. Kemudian, tepat pada hitungannya yang kelima; mereka melakukan langkah terakhir dalam hidupnya untuk menuju sang pemilik cahaya sesungguhnya. Ditempat itulah kemudian mereka, berkumpul dengan para pencari cahaya lainnya. Duduk bersimpuh disebuah lapangan luas, untuk mendekatkan diri kepada sang pemilik cahaya sejati.

    Setelah sampai disumber cahaya itu, tunailah sudah misi hidup seekor laron. Dan setelah tiba disumber cahaya sejati itu; tunailah sudah perjalanan panjang seorang manusia. Karena, ketika itu; kita bisa menjelma menjadi manusia yang tercerahkan oleh cahaya kesejatian. Seseorang yang berhasil melakukan perjalanan itu sesuai dengan panggilan sang pemilik cahaya akan memasuki babak baru dalam siklus hidupnya, yaitu; menjadi manusia sejati. Manusia yang memiliki kematangannya secara spiritualitas, maupun fungsi sosial kemasyarakatan. Sedangkan, mereka yang hanya matang secara spiritual, tetapi tidak berfungsi secara sosial belum benar-benar mencapai kesejatian itu. Sebaliknya, mereka yang secara fungsi sosial matang tetapi melupakan kematangan spiritual adalah orang-orang yang hanya bagus dimata sesama manusia. Namun, dihadapan Tuhannya; nilainya layak dipertanyakan.

    Bagi seekor laron, menuju cahaya adalah sebuah perjalanan sekali seumur hidup. Oleh karena itu, seekor laron; mengerahkan semua yang ada dialam dirinya untuk perjalanan suci itu. Dan ketika cahaya telah memenuhi dirinya; dia menanggalkan sayap-sayapnya. Perlambang apakah ini bagi kita? Sang laron tengah mengajari kita bahwa jika sudah sampai kepada sumber cahaya, maka kita harus meneguhkan hati untuk menutup segala kemungkinan yang bisa memabawa kita kembali menuju kegelapan.

    Jika sayap itu masih dipeliharanya; maka cepat atau lambat, dia akan tergoda untuk terbang menuju gelap. Dengan menanggalkannya, sang laron menutup semua kemungkinan itu, supaya dia bisa memberikan totalitas dirinya didalam terang itu. Meski untuk mendapatkannya, dia harus mengorbankan sepasang sayap yang dimilikinya. Manusia tengah diseru oleh sang laron, untuk juga melakukan pengorbanan yang sama. Yaitu pengorbanan untuk membuang nafsu-nafsu yang sering menyeretnya kepada sifat buruk. Dan menanggalkan sifat-sifat tak patut didalam dirinya. Sehingga, ketika kita kembali pulang; kita benar-benar hanya membawa cahaya putih lagi bersih. Sebersih jiwa seorang bayi yang baru saja dilahirkan.

    Ya, Sang Maha Pemilik Dunia ini menanyakannya pada kita dalam Al Qur’an Surat Ar Rahman (55) sebanyak 31 kali: Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

    Pada blog yang bernama persis: http://laronlaron.wordpress.com/, ditulis di bawah judul Hikmah Perjalanan dari Kisah Laron-laron Terbang:

    Perilaku laron-laron yang senantiasa mendekati cahaya lampu dan rela mati di dalam kungkungan sinar lampu, seolah sedang bertanya kepada umat manusia dengan mengumandangkan firman Allah SWT dalam surah Al ‘Ankabuut ayat 2 dan 3:
    “Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan sekadar mengucapkan ‘kami telah beriman’ tanpa diuji lebih dulu? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka sehingga Allah mengetahui mana di antara mereka yang betul-betul beriman dan mana pula yang cuma pendusta belaka.”
    Sebab mereka yakin akan janji Allah bahwa mati dalam meniti jalan menuju kepada-Nya adalah kehidupan kekal yang tiada bandingan.
    “Janganlah kalian mengira bahwa mereka yang gugur di jalan Allah itu mati. Bahkan sebaliknya. Mereka itu hidup, di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki berlimpah.” (Q.S. Ali ‘Imran: 169).

    Sedangkan di forum Yahoo Answers, sebuah jawaban dinobatkan sebagai jawaban terbaik atas pertanyaan: Kenapa Hidup Laron Cuma 1 Malam? Begini jawabannya:

    Saya rasa masing-masing mahkluk memang memiliki takdirnya sendiri-sendiri, sesuai ketentuan Allah. Sesungguhnya tanda-tanda alam seperti itu mengajak kita untuk berpikir, laron yang hidupnya 1 malam aja bisa memberikan manfaat bagi kita yaitu memberikan keindahan dengan kelap-kelip cahayanya, bahkan dulu di kampung-kampung ketika listrik belum ada laron ini ditangkap dimasukkan dalam plastik & jadilah 'lampu ajaib' menerangi kegelapan malam. Kita manusia yang hidupnya bisa berpuluh-puluh tahun kadang-kadang tidak tau & masih terombang-ambing dengan tujuan hidup kita. Hidup berpuluh-puluh tahun kalo tidak memberikan manfaat bagi orang lain apa gunanya. Mending jadi laron aja deh.

    Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?



    Semoga rasa syukur, pencapaian, semangat, dedikasi, dan kinerja kita pada Tahun 2012 yang sesaat lagi menjelang lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya.


    Salam Kreatif!!!




    Dipublikasikan di Blog SD Negeri Tanggeran
  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • PERMENDIKBUD TENTANG KRITERIA KELULUSAN, PROSEDUR OPERASI STANDAR, TANYA JAWAB, DAN PRESENTASI SOSIALISASI UJIAN NASIONAL TAHUN 2012

    Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2011 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional; Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0012/P/BSNP/XII/2011 tentang Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, dan Sekolah Dasar Luar Biasa Tahun Pelajaran 2011/2012; Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan 013/P/BSNP/XII/2011 tentang Kisi-Kisi Soal Ujian Nasional untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun Pelajaran 2011/2012; 29 Tanya jawab seputar Ujian Nasional; dan Slide Presentasi Sosialisasi Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2011/2012 telah dirilis.

    Dokumen-dokumen tersebut dapat diunduh di sidebar atau sisi kanan blog ini pada menu Administrasi Ujian Nasional.

    Semoga bermanfaat.



  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • Next previous home